Jika sebelumnya pemerintah desa berpikir bagaimana menyosialisasikan bahaya virus Corona atau yang kini dikenal dengan nama Covid-19 kepada masyarakat, kemudian mengimbau mereka untuk melakukan isolasi mandiri di rumah masing-masing. Kini pemerintah desa harus segera berpikir bagaimana mempercepat proses penyaluran dana BLT. Sebab masyarakat sudah mulai keluar beraktivitas seperti biasa meskipun hasil rilis pemerintah semakin hari semakin bertambah jumlah positif Covid-19.
Pengetahuan tentang apa itu Covid-19 seakan sudah tidak relevan lagi di tengah kelangkaan sumberdaya yang dimiliki oleh masyarakat, pasalnya setiap orang terkena dampak pandemik ini. Sumber pencaharian mereka mati total. Ada yang di-PHK, ada yang dirumahkan, ada yang memiliki anggota keluarga dengan penyakit kronis yang mengakibatkan mereka menjadi orang miskin baru (OMB) kriteria Permendes PDTT. Diskursus tentang Covid-19 hampir hilang dalam perbincangan masyarakat yang digantikan oleh perbincangan tentang Bantuan Langsung Tunai (BLT) oleh pemerintah.
Dalam situasi silang sengkarut seperti saat ini, desa perlu kembali kepada aturan yang berlaku dan seharusnya diberlakukan. Sehingga untuk mengetahui benturan antara apa yang sejatinya diharapkan dalam peraturan (das sein) dan apa yang sesungguhnya terjadi (das sollen) yaitu dengan cara mempertemukan antara apa yang diatur dalam peraturan (law in book) dan apa yang sejatinya diterapkan (law on action).
Kalau begitu mari kita fokus saja pada membahas tentang apa dan bagaimana mekanisme penyaluran BLT Dana Desa, sebab program yang lain (hemat saya) merupakan pengurangan dari apa yang seharusnya dilakukan oleh desa.
Dengan diundangkannya Peraturan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Permendes PDTT) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 11 Tahun 2019 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2020, maka menjadi dasar juridis dan implementatif Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada penduduk miskin di desa.
Adapun terkait metode perhitungan penetapan jumlah penerima manfaat BLT Dana Desa mengikuti rumus: 1) Desa penerima Dana Desa kurang dari Rp 800.000.000 (delapan ratus juta rupiah) mengalokasikan BLT-Dana Desa maksimal sebesar 25% dari jumlah Dana Desa. 2) Desa penerima Dana Desa Rp 800.000.000 (delapan ratus juta rupiah) sampai dengan Rp 1.200.000.000 (satu miliar dua ratus juta rupiah) mengalokasikan BLT-Dana Desa maksimal sebesar 30%. 3) Desa penerima Dana Desa lebih dari Rp 1.200.000.000 (satu miliar dua ratus juta rupiah) mengalokasikan BLT-Dana Desa maksimal sebesar 35% dari jumlah Dana Desa. d) Khusus desa yang jumlah keluarga miskin lebih besar dari anggaran yang dialokasikan dapat menambah alokasi setelah mendapat persetujuan Pemerintah Kabupaten/Kota.
Oleh karena itu diperlukan ketelitian dan kesiapan dari pemerintah desa untuk segera mendistribusikan BLT Dana Desa tersebut kepada masyarakat. Kemudian jika melihat alasan hukum diterbitkannya Permendes di atas adalah Covid-19 ini telah berdampak pada kehidupan sosial, ekonomi dan kesejahteraan masyarakat desa.
Hal tersebut tergambar dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan untuk Penanganan dan Penyebaran Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Desa, dimana ditentukan bahwa melalui penggunaan Dana Desa dapat digunakan untuk bantuan langsung tunai kepada penduduk miskin di Desa.
Sehingga, diperlukan penyesuaian Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 11 Tahun 2019 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2020. Dengan demikian, adanya Permendes Nomor 6 Tahun 2020 merupakan perintah untuk melakukan refocusing kegiatan dan anggaran, yang menyesuaikan dengan prioritas akibat maraknya COVID-19.
Dalam konteks BLT, dalam Permendes 6/2020 tegas ditentukan bahwa sasaran penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) adalah keluarga miskin yang bukan penerima manfaat PKH (Progran Keluarga Harapan) dan juga bukan penerima Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Mereka ini adalah orang miskin baru (OMB). OMB ini antara lain: 1) orang yang kehilangan mata pencaharian; 2) orang miskin yang belum terdata, dan 3) orang mempunyai anggota keluarga yang rentan sakit kronis mengacu pada versi permendes. Oleh karena itu ketentuan ini haruslah menjadi acuan utama saat ini dengan mengesampingkan indikator dari lembaga-lembaga lain, sebab berbicara Dana Desa atau BLT Dana Desa maka rujukan utamanya adalah produk hukum dari Kementerian Desa. Hal ini sesuai dengan asas hukum Lex spesialis derogate generalis ( ketentuan khusus mengesampingkan ketentuan umum)
Kemudian Siapa yang melakukan pendataan penduduk miskin sebagai penerima BLT dari Dana Desa? Dalam Permendes 6/2020 sudah ditentukan bahwa mekanisme pendataan dilakukan oleh tim Relawan Desa Lawan COVID-19 berdasarkan Surat Edaran Menteri Desa PDTT Nomor 8 Tahun 2020. Adapun tugasnya melakukan pendataan terfokus pada RT, RW, dan Desa-nya dengan acuan kriteria di atas tentunya.
Setelah melakukan pendataan, hasilnya akan divalidasi dan finalisasi data penduduk miskin yang berhak menerima BLT melalui mekanisme musyawarah khusus. Lalu legalitas dokumen hasil pendataan yang sudah divalidasi dan finalisasi ditandatangani oleh Kepala Desa. Kemudian, dokumen ini oleh Kepala Desa dan dilaporkan kepada Bupati/Walikota melalui Camat. Akhirnya, dapat dilaksanakan kegiatan kegiatan BLT-Dana Desa dalam waktu selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja per tanggal diterima di kecamatan.
Sedangkan mekanisme penyalurannya dilaksanakan oleh pemerintah desa dengan metode nontunai setiap bulan, atau ditransfer ke rekening. Jangka waktu masa penyaluran BLT-Dana Desa 3 (tiga) bulan terhitung sejak April 2020 dan besaran BLT-Dana Desa per bulan sebesar Rp 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) per keluarga. Monitoring dan Evaluasi skema BLT Dana Desa dilaksanakan oleh: 1) Badan Permusyawaratan Desa; 2) Camat; dan 3) Inspektorat Kabupaten/Kota. Sedangkan Penanggung jawab penyaluran BLT-Dana Desa adalah Kepala Desa. (*)
Sumber : https://www.suarantb.com